Powered By Blogger

Sabtu, 26 Februari 2011

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

PUKULAN Kamahame yang dilepas Anoman meninggalkan lubang besar di tanah. Dada Rahwana menghitam. Dari sela bibirnya menetes darah segar. Anoman lantas mengeluarkan full power dan ciaatttt ... ! Sekali pukul, tubuh Rahwana terlontar jauh. Tubuh itu terjerembab terempas bumi dia antara dua gunung.
Diakhiri lengking kesakitan Rahwana yang terakhir, kedua gunung dirapatkan oleh Anoman. Ngalengka pun ditinggal Rahwana dalam kondisi luluh lantak memasuki zaman kegelapan.
Di tengah reruntuhan puing, Semar atau Ki Bodronoyo, Bagong , dan puluhan sisa pasukan Ngalengka mengerumuni Dede Bisa Warna alias Dede BW, raja New Alengka.
” Paman, kita lakukan perjalanan jauh hanya demi kebangkitan New Ngalengka,” ujar Dede BW serius. Semar menerawang jauh. Sang Badranaya itu mengingat – ingat beberapa nama yang mungkin bisa diwujudkan sebagai patung. Patung itu lantas didirikan di pusat kota New Alengka untuk jadi panutan warga dan simbol kebangkitan Ngalengka.
Pikiran Ki Lurah Semar berputar – putar sampai ’ mumet, tapi tak satu nama pun ’ nyantol. Bagong juga hanya angkat bahu ketika Semar minta pendapat. ” Museum Wayang Ngastina, kali, Mo,” jawab punakawan gendut bermata lebar itu. Semar menyunggingkan senyum di bibir. Lalu, dengan jip perang, mulailah perjalanan mereka bertiga.
Menjelang siang, mereka sudah di pusat Ngastina. Sapa ramah Mr. Togog menyambut kedatangan tiga tamu tersebut. Dede BW mengutarakan maksud.
Wah, kesempatan tancapkan supremasi wayang Ngastina untuk kultuskan lagi, batin Togog.
Benak Togog pun berputar mencari jalan. Dia lalu pamit ke belakang. Selang beberapa menit, regol utama terbuka. Dari kotak satu ke kotak lainnya, mata dan tangan Semar lincah mengobrak – abrik.
” Mo, aneh ... Masa kotak isinya hanya wayang raksasa,” ucap Bagong. Semar Cuma diam, namun batinnya mengiyakan. Setelah itu, Semar ’ Mbisiki Dede BW sambil menunjukkan kejanggalan . Ternyata, Dede BW sedikit muntab. ” Bakar aja giman ? ini sudah pembodohan publik, ” serunya.
Semua diam. Dede BW langsung nyamber jerigen di belakang jip. Dia tumpahkan isinya di antara tumpukan rongsokan. Hooy, apa itu di pojok ruangan? Terlihat sesuatu yang bercahaya di antara tumpukan rongsokan. Alangkah kagetnya Dede BW. Bukankah itu Prodo Gatotkaca ?
Di tariknya Prodo itu sekuat tenaga . Ternyata betul. Tapi, Gatotkaca sudah jadi raksasa. “ Jangan kaget, ya bergini ini ujud asliku, “ kata Gatotkaca. Ksatria Pringgadani yang putra Bima itu pun bicara panjang lebar. Dia menerangkan , untuk tujuan kebangkitan bangsa, jangan cari orang yang terlalu heroik. Carilah makna kepahlawanan dan kebangkitan pada diri orang biasa saja.
Dede BW pun langsung lari dan menarik tangan Semar dan Bagong. Gas jip digas habis oleh Dede BW.
Memasuki tengah hari, perjalanan mereka melewati sebuah sekolah yang aneh. Di atas sapu lidi terbang, para murid berkejar – kejaran. “ Hey men, catch me, Ok,” sebuah tantangan terdengar di atas jip yang melaju. Harry Potter !
Dede BW pun terkagum – kagum. Ini anak cakep, pintar sihir, dan pake kacamata lagi, batinnya. Dede BW keluar jip dan berseru, “ Hey You ! Do U want come to may country n become stone ?”
“ What … ? To Kang What Too ( baca : Tukang Watu ) ? No, thanks, “ jawab Harry Potter sambil berkelebat hilang. Dede BW misuh, “ Dasar, arek budheg !! “ Perjalanan selanjutnya lebih banyak diselimuti keheningan. Perjalanan pun seolah tanpa arah. Tak dinyana, mereka masuk daratan Eropa. Di kedai fast food sederhana, sambil melepas lelah, mereka mencari info sosok tokoh yang bisa dianut New Alengka. Setelah mendapatkan nama dan alamat lengkap, mereka melanjutkan perjalanan.
Tapi, perjalanan mereka terasa aneh. Tiga orang itu seperti terjebak dalam labirin yang memusingkan. Berbagai arah dituju, mereka kembali ke tempat semula lagi. Wajah Dede BW meradang. Seisi kebun binatang lanyah keluar dari mulutnya.
Lewat alat GPRS, Semar mencoba memperbaiki waktu. Tapi, tambah mbruwet. Bagong yang pegang kemudi pun terperosok dalam lubang gelap. Setengah sadar setengah lali, mereka ada di ruang pembuangan air yang berbau busuk.
” Maaf, bos. Ini dimana ? Tau Einstein? ” tanya Bagong memberanikan diri pada sosok wagu yang dia jumpai. Tapi, orang itu – rambutnya putih dan full jegrik – malah mbesengut. Dia mentheleng dan gelengkan kepala seraya membisikkan sesuatu yang tak jelas. Detik berikutnya, orang itu malah tambah jingkrak – jingkrak bak orang gila.
Bagong malah kesenengan. Dia ikut orang misterius itu jingkrak – jingkrak. Semar yang akhirnya ceria setelah HP-nya bisa konek internet kembali mengucek – ucek mata. ” Jabang bayik ... Bukannya yang jingkrak – jingkrak dengan Bagong itu Einsteins! Albert Einsteins ya ? ” katanya. Tapi, si misterius berambut njeprak itu mengelak. ” No ... no ... E sama dengan Em Ce Kuadrat,” jawabnya. Di desak bergitu rupa, si misterius tetap mengelak. Ya, dia Einsteins si jenius yang luar biasa.
Tapi, mereka lalu teringat pada pesan Gatotkaca : belajarlah pada orang biasa. Semar pun menyarankan mereka ’ balik kucing ke Alengka. Dari teori relativitas, dipetik hikmah bahwa tidak ada orang yang bisa dijadikan ukuran kecuali utusan Tuhan. Dede BW menyetujui.
Memasuki 10 kilometer sebelum Ngalengka, perjalanan tersendat oleh kirab perempuan dan ibu – ibu yang berjarik dan bersanggul. Seorang ibu bilang, mereka sedang merayakan Hari Kartini. ” Paman, Hebat ! Kartini bisa kita jadikan patung di Alengkkhgghhprtt ... ” belum selesai ngomong, Dede BW sudah dibekap semar.
” Tak usahlah kamu berpikir buat patung Kartini di Ngalengka. Kamu punya Mbak Buyutnya, Dewi Sukeksi. Dia perempuan berani yang menafsir Aji Sastro Jendro sampai dikutuk berketurunan raksasa alias buta,” kata Semar. Dede BW terkekek dan baru ingat. Dia lalu meloncat keluar jip dan ngeloyor pergi untuk membeli sanggul, oleh – oleh untuk Eyang Sukeksi. Semar dan Bagong saling senyum. Dede udah bisa belajar mbangun kota dengan spirit kerja, bukan dengan iming – iming apalagi buat patung dan nunggu hadiah Adipura.(Cahyo).

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

PUKULAN Kamahame yang dilepas Anoman meninggalkan lubang besar di tanah. Dada Rahwana menghitam. Dari sela bibirnya menetes darah segar. Anoman lantas mengeluarkan full power dan ciaatttt ... ! Sekali pukul, tubuh Rahwana terlontar jauh. Tubuh itu terjerembab terempas bumi dia antara dua gunung.
Diakhiri lengking kesakitan Rahwana yang terakhir, kedua gunung dirapatkan oleh Anoman. Ngalengka pun ditinggal Rahwana dalam kondisi luluh lantak memasuki zaman kegelapan.
Di tengah reruntuhan puing, Semar atau Ki Bodronoyo, Bagong , dan puluhan sisa pasukan Ngalengka mengerumuni Dede Bisa Warna alias Dede BW, raja New Alengka.
” Paman, kita lakukan perjalanan jauh hanya demi kebangkitan New Ngalengka,” ujar Dede BW serius. Semar menerawang jauh. Sang Badranaya itu mengingat – ingat beberapa nama yang mungkin bisa diwujudkan sebagai patung. Patung itu lantas didirikan di pusat kota New Alengka untuk jadi panutan warga dan simbol kebangkitan Ngalengka.
Pikiran Ki Lurah Semar berputar – putar sampai ’ mumet, tapi tak satu nama pun ’ nyantol. Bagong juga hanya angkat bahu ketika Semar minta pendapat. ” Museum Wayang Ngastina, kali, Mo,” jawab punakawan gendut bermata lebar itu. Semar menyunggingkan senyum di bibir. Lalu, dengan jip perang, mulailah perjalanan mereka bertiga.
Menjelang siang, mereka sudah di pusat Ngastina. Sapa ramah Mr. Togog menyambut kedatangan tiga tamu tersebut. Dede BW mengutarakan maksud.
Wah, kesempatan tancapkan supremasi wayang Ngastina untuk kultuskan lagi, batin Togog.
Benak Togog pun berputar mencari jalan. Dia lalu pamit ke belakang. Selang beberapa menit, regol utama terbuka. Dari kotak satu ke kotak lainnya, mata dan tangan Semar lincah mengobrak – abrik.
” Mo, aneh ... Masa kotak isinya hanya wayang raksasa,” ucap Bagong. Semar Cuma diam, namun batinnya mengiyakan. Setelah itu, Semar ’ Mbisiki Dede BW sambil menunjukkan kejanggalan . Ternyata, Dede BW sedikit muntab. ” Bakar aja giman ? ini sudah pembodohan publik, ” serunya.
Semua diam. Dede BW langsung nyamber jerigen di belakang jip. Dia tumpahkan isinya di antara tumpukan rongsokan. Hooy, apa itu di pojok ruangan? Terlihat sesuatu yang bercahaya di antara tumpukan rongsokan. Alangkah kagetnya Dede BW. Bukankah itu Prodo Gatotkaca ?
Di tariknya Prodo itu sekuat tenaga . Ternyata betul. Tapi, Gatotkaca sudah jadi raksasa. “ Jangan kaget, ya bergini ini ujud asliku, “ kata Gatotkaca. Ksatria Pringgadani yang putra Bima itu pun bicara panjang lebar. Dia menerangkan , untuk tujuan kebangkitan bangsa, jangan cari orang yang terlalu heroik. Carilah makna kepahlawanan dan kebangkitan pada diri orang biasa saja.
Dede BW pun langsung lari dan menarik tangan Semar dan Bagong. Gas jip digas habis oleh Dede BW.
Memasuki tengah hari, perjalanan mereka melewati sebuah sekolah yang aneh. Di atas sapu lidi terbang, para murid berkejar – kejaran. “ Hey men, catch me, Ok,” sebuah tantangan terdengar di atas jip yang melaju. Harry Potter !
Dede BW pun terkagum – kagum. Ini anak cakep, pintar sihir, dan pake kacamata lagi, batinnya. Dede BW keluar jip dan berseru, “ Hey You ! Do U want come to may country n become stone ?”
“ What … ? To Kang What Too ( baca : Tukang Watu ) ? No, thanks, “ jawab Harry Potter sambil berkelebat hilang. Dede BW misuh, “ Dasar, arek budheg !! “ Perjalanan selanjutnya lebih banyak diselimuti keheningan. Perjalanan pun seolah tanpa arah. Tak dinyana, mereka masuk daratan Eropa. Di kedai fast food sederhana, sambil melepas lelah, mereka mencari info sosok tokoh yang bisa dianut New Alengka. Setelah mendapatkan nama dan alamat lengkap, mereka melanjutkan perjalanan.
Tapi, perjalanan mereka terasa aneh. Tiga orang itu seperti terjebak dalam labirin yang memusingkan. Berbagai arah dituju, mereka kembali ke tempat semula lagi. Wajah Dede BW meradang. Seisi kebun binatang lanyah keluar dari mulutnya.
Lewat alat GPRS, Semar mencoba memperbaiki waktu. Tapi, tambah mbruwet. Bagong yang pegang kemudi pun terperosok dalam lubang gelap. Setengah sadar setengah lali, mereka ada di ruang pembuangan air yang berbau busuk.
” Maaf, bos. Ini dimana ? Tau Einstein? ” tanya Bagong memberanikan diri pada sosok wagu yang dia jumpai. Tapi, orang itu – rambutnya putih dan full jegrik – malah mbesengut. Dia mentheleng dan gelengkan kepala seraya membisikkan sesuatu yang tak jelas. Detik berikutnya, orang itu malah tambah jingkrak – jingkrak bak orang gila.
Bagong malah kesenengan. Dia ikut orang misterius itu jingkrak – jingkrak. Semar yang akhirnya ceria setelah HP-nya bisa konek internet kembali mengucek – ucek mata. ” Jabang bayik ... Bukannya yang jingkrak – jingkrak dengan Bagong itu Einsteins! Albert Einsteins ya ? ” katanya. Tapi, si misterius berambut njeprak itu mengelak. ” No ... no ... E sama dengan Em Ce Kuadrat,” jawabnya. Di desak bergitu rupa, si misterius tetap mengelak. Ya, dia Einsteins si jenius yang luar biasa.
Tapi, mereka lalu teringat pada pesan Gatotkaca : belajarlah pada orang biasa. Semar pun menyarankan mereka ’ balik kucing ke Alengka. Dari teori relativitas, dipetik hikmah bahwa tidak ada orang yang bisa dijadikan ukuran kecuali utusan Tuhan. Dede BW menyetujui.
Memasuki 10 kilometer sebelum Ngalengka, perjalanan tersendat oleh kirab perempuan dan ibu – ibu yang berjarik dan bersanggul. Seorang ibu bilang, mereka sedang merayakan Hari Kartini. ” Paman, Hebat ! Kartini bisa kita jadikan patung di Alengkkhgghhprtt ... ” belum selesai ngomong, Dede BW sudah dibekap semar.
” Tak usahlah kamu berpikir buat patung Kartini di Ngalengka. Kamu punya Mbak Buyutnya, Dewi Sukeksi. Dia perempuan berani yang menafsir Aji Sastro Jendro sampai dikutuk berketurunan raksasa alias buta,” kata Semar. Dede BW terkekek dan baru ingat. Dia lalu meloncat keluar jip dan ngeloyor pergi untuk membeli sanggul, oleh – oleh untuk Eyang Sukeksi. Semar dan Bagong saling senyum. Dede udah bisa belajar mbangun kota dengan spirit kerja, bukan dengan iming – iming apalagi buat patung dan nunggu hadiah Adipura.(Cahyo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar