Powered By Blogger

Sabtu, 26 Februari 2011

DICARI : ROBOT TUNGGANGAN

BAYANGAN pagi sudah cukup menghangatkan tenda Bima. Tapi,baru sekali ngulet, Bima terperanjat. Aneh, biasanya tidak begini, pikirnya. Dia merasa celana bagian bawahnya bergetar. Oalah, ternyata ponsel di saku celana yang menerima SMS masuk.

Pesannya : Sambil menunggu Kurusetra dibersihkan, lokasi Baratayuda sementara pindah ke tepi Kali Cing – Cing Geling. SMS berikutnya menyusul : Rule – nya, siapa basah, dia kalah. Tertanda, Badan Pengawasan Perang Nasional ( BPPN ).
Cekatan, Bima membasuh muka. Dia kenakan baju zirah dan berangkat. Sampai di tepi Cing Cing Geling, dia melihat pasukan Kurawa bersiap di seberang sungai. Mereka mengandalkan pasukan egrang.
Mendekati bibir sungai, Bima berjongkok dengan sedikit menekukkan leher. Dia menduga kedalaman Cing Cing Geling. Tetapi, “ Liat, Bima pake ajian kepala tengeng warisan bokapnye, “ teriak Dursasana.
“ Muke gile !! Dur, balikin tuh kacemate item ! Bokap lu lebih membutuhkan,” jawab Bima yang melihat Dursasana, eh , Dursasana, berkacamata ray – band. Saling ejek pun kian panas.
Gatotkaca dan Bagong mendekat, mencoba menenangkan Bima. Di gubuk kecil, Gatotkaca Menyarangkan untuk mencari tunggangan yang efisien di air. “ Lembu juga seneng berendam. Sewa Lembu Andhini aja, “ celetuk Bagong. Gatotkaca menggeleng sambil menggesekkan ibu jari dan telunjuk. “ Iya ding sewane larang nemen, “ Bagong menjawab sendiri.
Hanya ada satu tunggangan yang ndongkrok, Gajah Puspadenta – ne Baladewa. Bagong sedikit sumringah. Bima angkat bahu. Gatotkaca menepuk dada keras – keras dan berkelebat. Di dalam perjalanan, Gatotkaca meng – SMS Kresna dan untuk mencari tahu posisi Baladewa. Kresna mewanti – wanti untuk tidak membangunkan Baladewa bertapa. Lumpuhkan Pragoto yang jaga gajah dan curi.
Berangkatlah mereka. Bukan Pragoto namanya kalau tak tertawa keras melihat film lucu lucu walau sudah diputar berkali – kali. Dari lubang di sisi bilik, Gatotkaca terus mengawasi. Gatotkaca kemringet mikir apa yang bisa dilakukan. Tak sengaja tangan Gatotkaca mak nyet menekan empuk – empuk dan gleyer – gleyer. Bagong feelingnya langsung jalan. Diambilnya ulat gatel. Diam – diam, Bagong memasukkan uler ke baju yang disampirkan Pragoto. Ndilalayahnya lai, let sak detik Pragoto memakai baju. Semenggrang dan kernyit cepat menjalar sekujur badan. Pragoto lantas memutuskan mandi.
Tanpa babibu, Gatotkaca membuka kandang gajah Putandento. Sekilas, Pagoto melihat dan panik. Daripada kena semprot, Pragoto langsung mengejar. Tapi, lari Gatotkaca secepat geledek dan menghilang.
Bima kegirangan dan langsung nyengklak, Huza ... Huza, ternyata gajah Puspodento lemes dedes melihat sungai. Gajah gendut tapi takut air ... !!!
Dari kejauhan, Dursasana egrang mendekat. “ Wee... Dasar tengeng, gajahmu nyang endi, Le ? Kari belalainya, yah, “ ejeknya.
Bagong cepat ambil inisiatif. Dia telepon sohib yang sama – sama batur di Ponorogo. Bagong minta dijadwal ketemu raja Klana Sewandana untuk pinjam macam. Setelah ketemu, raja melarang macannya dibawa. Genting,pikir Bagong. Lebih mbebayani, tuan sama macan doyan daging. Ini celahnya, pikir Bagong. Dia menemui sohibnya dan minta tolong mencampurkan daging sudah terinfeksi anthrax. Dan bener, berubahlah sang raja Klana Sewandana setelah daging bumbu balado. Raja Klana dadi kemayune pol. “ Dek Bagong sayang, bawalah macanku, please dech,” ujar raja Klana Sewandana.
Bagong kali ini ketanggor. Macan yang dibawa mau dinaikin Bima. Tetapi, pas mau masuk air, macan jadi ingas – ingis kemayu dan peluk tubuh Bima. Bima ketakutan, ternyata macannya minta dipacari.
Hanya tinggal satu jalan, pikir Gatotkaca. Yaitu menciptakan robot canggih. Bill Gate didatangkan untuk memberi pangarahan dan Workshop kepada Bagong dan Gatotkaca. “ Ini bukan pekerjaan mudah, lihat sungai yang lebar amat,” kata Bill Gates.
Setelah seminggu nglembur, terciptalah robot yang sekilas mirip jerapah. Ruang kendali tepat di kepalanya, tertunduk Bima disana. Selangkah dua, masuk ke derasnya Cing Cing Geling, robot masih terasa nyaman.
Langkah kelima, robot sedikit terseok terbawa arus. Dengan egrangnya, Dursasana mendekat, “ Enak yah, dah dapat tunggangan ? Tapi, apa tidak salah tuh tengeng, “ kata Dursasana.
Kedua pejabat Hastina dan Ngamarta itu terus berperang. Sementara, rakyat dalam keadaan lapar menolak menjadi kuda tunggangan. Kecuali rakyat yang udah di ubah jadi robot. ( Cahyo ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar